Menghelat
acara resepsi pernikahan (walimah al-‘ursy) itu sangat dianjurkan
sekali oleh syara’. Karena, dapat menjadi sarana publikasi kepada
masyarakat bahwa kedua mempelai telah benar-benar terikat benang merah
Pernikahan, sehingga dikemudian hari tidak sampai terjadi negative thingking seandainya kedua insan tersebut terlihat jalan berduaan, merenda kasih atau pihak wanita tampak membuncit perutnya (hamil).
Substansi walimah sebagai
media publikasi inilah yang melatarbelakangi hukum wajibnya menghadiri
prosesi walimah al-‘ursy. Rasulullah SAW bersabda:
اذا دعي احدكم الى الوليمة فليأتها
“Jika salah satu dari kalian diundang ke Resepsi Pernikahan, maka hendaklah ia Hadir”
Nah, lalu, bagaimana
hukumnya menghadiri Walimatul Urs, jika kondisi keuangan lagi kering,
sementara bila dipaksakan hadir tanpa memberikan amplop (uang), maka ia
dapat menjatuhkan harga diri?
Dalam hal demikian, kewajiban menghadiri
walimah al-‘ursy itu dapat ditoleransi (gugur kewajiban), jika memang
dalam event tersebut terdapat unsur-unsur yang cukup dipertimbangkan
(dikategorikan udzur) oleh syara’, seperti dapat menjatuhkan harga diri
dan tuan rumah mengharap (tamak) terhadap pemberian dari tamu undangan.
Sehingga, permasalahan tersebut hukumnya
tidak wajib menghadiri walimah al-‘ursy, karena termasuk udzur. Namun,
apabila tuan rumah pernah ia undang dan memberikan sumbangan, maka ia
wajib mengembalikannya, mengingat tradisi yang berlaku bahwa status
sumbangan yang diberikan adalah hutang. (Nihayah al-Muhtaj [6]: 373, Hasyiyah Qulyubi [3]: 297, I’anah at-Thalibin [3]: 48)