Sabtu, 22 Agustus 2015

kantong kering 
Menghelat acara resepsi pernikahan (walimah al-‘ursy) itu sangat dianjurkan sekali oleh syara’. Karena, dapat menjadi sarana publikasi kepada masyarakat bahwa  kedua mempelai telah benar-benar terikat benang merah Pernikahan, sehingga dikemudian hari tidak sampai terjadi negative thingking seandainya kedua insan tersebut terlihat jalan berduaan, merenda kasih atau pihak wanita tampak membuncit perutnya (hamil).
            Substansi walimah sebagai media publikasi inilah yang melatarbelakangi hukum wajibnya menghadiri prosesi walimah al-‘ursy. Rasulullah SAW bersabda:
اذا دعي احدكم الى الوليمة فليأتها
“Jika salah satu dari kalian diundang ke Resepsi Pernikahan, maka hendaklah ia Hadir”

            Nah, lalu, bagaimana hukumnya menghadiri Walimatul Urs, jika kondisi keuangan lagi kering, sementara bila dipaksakan hadir tanpa memberikan amplop (uang), maka ia dapat menjatuhkan harga diri?
Dalam hal demikian, kewajiban menghadiri walimah al-‘ursy itu dapat ditoleransi (gugur kewajiban), jika memang dalam event tersebut terdapat unsur-unsur yang cukup dipertimbangkan (dikategorikan udzur) oleh syara’, seperti dapat menjatuhkan harga diri dan tuan rumah mengharap (tamak) terhadap pemberian dari tamu undangan.
Sehingga, permasalahan tersebut hukumnya tidak wajib menghadiri walimah al-‘ursy, karena termasuk udzur. Namun, apabila tuan rumah pernah ia undang dan memberikan sumbangan, maka ia wajib mengembalikannya, mengingat tradisi yang berlaku bahwa status sumbangan yang diberikan adalah hutang. (Nihayah al-Muhtaj [6]: 373, Hasyiyah Qulyubi [3]: 297, I’anah at-Thalibin [3]: 48)





Kamis, 20 Agustus 2015

Untuk Indonesia, ayo kerja





HUT RI ke-70, Santri Juga Melawan Belanda
 
Memutar kembali memori di tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia merdeka. Melalui sang orator Bung Karno naskah proklamasi telah dibacakan. Dengan bersorak ramai bangsa Indonesia saling melontarkan kalimat “MERDEKA” yang mengungkapan rasa kebahagiaan mereka melepas belenggu penjajahan belanda.

Bangsa Indonesia yang baru saja gegap-gempita menjadi negara merdeka menghadapi ancaman yang besar, perjuangan yang gigih harus dilakukan oleh bangsa Indonesia, penuh dengan tumpahan darah para pahlawan sebagai wujud pengorbanan. Para pejuang, tentara dan rakyat mengangkat senjata di bahu mereka menuju medan perang yang penuh dengan lautan api akibat digempur oleh pasukan belanda.

Peperangan besar pun meletus di bumi Indonesia untuk merebut kemerdekaan. Bandung lautan api, pertempuran Lima Hari di kota Semarang, pertempuran Ambarawa, pertempuran Mojokerto, pertempuran 10 november di Surabaya dll.

Jejak sejarah peperangan besar Indonesia ini tidak sepi dari keterlibatan para ulama’ dan golongan santri. Mereka ikut andil dan berpartisipasi besar dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Serentetan peperangan menarik hati nurani mereka untuk mempertahankan tanah air dan kemerdekaan dengan berslogankan Hubbul Wathan Minal Iman.

Pada waktu itu terbentuk tentara Hizbullah dan tentara Sabilillah yang dikomandoi langsung oleh KH. Hasyim Asy’ari, pelatihan-pelatihan militer para pejuang yang dilakukan di pesantren-pesantren yang berada di pelosok-pelosok desa dan juga adanya Jaringan tarekat dan santri kelana yang menjadi penyampai informasi dan propaganda dari satu tempat ke tempat lain. Ada juga kisah mengenai pergerakan massa dari pesantren di kawasan Mataraman ke Surabaya, bahkan dari pesantren nun jauh di Cirebon. Ada juga kisah-kisah mengenai aktivitas para santri yang menyiapkan makanan di barak-barak para pejuang.

Bahkan santri-santri pada waktu itu juga mampu menunjukkan prestasi mereka ketika di medan laga, diketahui bahwa Cak Asy’ari yang menyobek warna biru dalam bendera merah putih biru di depan hotel Yamato sebelum terjadi pertempuran besar-besaran di Surabaya adalah seorang kader Ansor NU yang notabene adalah seorang santri dan yang telah meenyebabkan tewasnya jenderal A.W.S Mallaby ketika pertempuran 10 November di kota Surabaya adalah kang Harun salah seorang santri dan murid KH. Hasyim Asy’ari di tebu ireng.




Oleh karena itu, perjuangan santri tidak boleh berhenti ketika waktu merdeka telah berdetik tetapi jika di hari ini santri-santri juga harus ikut andil berjuang membangun negara, memakmurkan negara, menegakkan keadilan dan kesejahteraan dan pastinya juga menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, tidak lupa akan sejarah bangsanya sendiri karena santri itu adalah pemuda karena yang muda yang bersejarah.

Sumber :
www.nu.or.id, Resolusi Jihad: Urat Nadi Perang Mempertahankan NKRI,Oleh Zainul Milal Bizawie
www.nu.or.id,Kepahlawanan Kaum Santri, Oleh A. Khoirul Anam