Sa’ad As Sulami, Ketika Bidadari Jatuh Cinta
Untuk masuk ke surga bukan karena ketampananya, kecantikanya,
kekayaanya, atau karena kebangsawananya. Akan tetapi seseorang bisa
masuk dan tinggal di surga karena ketaqwaanya kepada Allah S.W.T. oleh
karena itu anda tidak perlu berkecil hati karena yang dinilai bukan dari
segi fisiknya tetapi karena hatinya. Orang yang berkulit putih
hendaknya tidak berbangga dan orang yang berkulit hitam jangan sampai
putus asa. Bukanlah di akhirat itu nantinya ada politik apharteid tapi
semua perbedaan ini merupakan suatu ‘ibrah yang luhur nan mulia untuk
saling mengenal antar manusia…………Terlihat seorang yang berkulit hitam datang menemui Rasulullah mengadukan kegundahan yang tersimpan di dalam hatinya,
“Ya Rasulallah, apakah hitamnya kulit dan buruknya wajahku dapat menghalangiku masuk surga?”. Tanya orang itu.“Tidak, selama engkau yakin kepada Tuhanmu dan membenarkan Rasul dan risalah yang dibawanya…” jawab Rasulullah saw.
Sesaat orang itu menyambung perkataan Rasulullah S.A.W, “Demi Allah, sesungguhnya aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, dan engkau adalah hamba dan Rasul-Nya”.
Orang itu bernama Sa’ad dari bani Salim atau lebih dikenal dengan nama Sa’ad As Sulami. Ia dari keluarga yang kaya dan terpandang. Sayangnya ia terusir oleh keluarganya sendiri karena ia berkulit hitam.
Setelah mengucapkan syahadat ia mengadukan lagi kesulitan yang ia hadapi,
“Akan tetapi Ya Rasulullah, aku telah mencoba melamar wanita yang ada di sekitar sini dan yang jauh dari sini, dan mereka semua menolakku.”
Maka Rasulullah saw berkata, “Wahai kekasihku Sa’ad, Maukah engkau aku nikahkan dengan seorang wanita yang pandai dan cantik? Tahukah engkau rumah Amr bin Wahb dari bani Tsaqif? Ia adalah orang yang baru masuk Islam dan memiliki putri yang pandai dan cantik bernama Atikah. Datanglah ke rumahnya dan katakan bahwa aku melamarkan putrinya untukmu…”. Tanpa berpikir panjang ia pun langsung mengarah ke rumah Amr bin Wahab dengan keberanian yang meluap-luap dan dengan kepercayaan diri yang memuncak yang ia dapatkan dari berkah perintah Rasulullah S.A.W.
Suara ketukan pintu itu di dengar oleh Amr ketika berada di dalam rumah. Rasa penasaran pun mungkin tumbuh di dalam hatinya siapakah gerangan yang berada di balik pintu itu. Setelah ia buka didapatinya seorang pemuda berkulit hitam yang berdiri tegak di depanya. Kemudian Sa’ad memberinya salam dan masuk seraya berkata,
“Betulkah Tuan yang bernama Amr bin Wahb dari bani Tsaqif?”
“Betul…” jawab Amr bin Wahb, “Siapa Anda? Dan apa keperluan Anda datang menemuiku?”
“Aku Sa’ad As-Sulami dari bani Sulaim, aku datang karena diutus oleh Rasulullah untuk melamar putrimu.” jawab Sa’ad.
Mendengar kabar itu Amr beserta keluarganya menjadi senang dan gembira karena mereka mengira Rasulullahlah yang akan menikahi putrinya. Melihat adanya kesalahpahaman itu Sa’ad pun langsung melanjutkan pembicaraanya,
“Bukan begitu Tuan…tetapi Beliau saw. memintamu untuk menikahkan aku dengan putrimu.”
Sontak Amr dan keluarganya tercengang kaget mendengar pernyataan Sa’ad itu dan berkata,
“Kamu pasti berdusta..!!!”
Melihat respon negative dari Amr dan keluarganya itu Sa’ad pun langsung kembali ke rumah Rasulullah dengan perasaan yang sedih. Sedangkan Atikah yang baru menyadari hal itu langsung menasihati ayahnya yang sedang memuncak emosinya, “Hai Ayah, carilah selamat, carilah selamat! Jangan sampai Allah dan Rasul-Nya murka dan kau akan dipermalukan dengan turunnya ayat dari langit tentang perbuatanmu ini. Jika Allah dan Rasul-Nya rela aku menikah dengan orang itu, maka akupun rela menikah dengannya.”
Seketika itu Amr bin Wahb pun langsung pergi menghampiri Rasulullah. Hingga keduanya menghadap kepada Rasulullah. Kemudian Rasulullah saw bertanya, “Inikah orang yang menolak lamaranku untuk kekasihku Sa’ad?”
Amr bin Wahb mengakui, “Benar ya Rasul, maafkan kekhilafanku karena aku mengira ia telah berdusta. Jika memang engkau yang memerintahkan, maka aku rela menikahkan putriku dengan pemuda dari bani Sulaim ini.”
Setelah mendengar langsung persetujuan dari mulut Amr bin Wahab itu Rasulullah saw. pun segera memimpin pernikahan Sa’ad As-Sulami dengan putri dari Amr bin Wahb bani Tsaqif. Kemudian Rasulullah saw. berkata pada Sa’ad, “Pergilah pada beberapa orang Muhajirin, datanglah kepada Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.”
Maka Sa’ad mengunjungi mereka semuanya, Abdurrahman bin Auf r.a. memberi bahkan dilebihkan, Utsman bin Affan r.a. memberi serta melebihkan, begitu pun ‘Ali bin Abi Thalib r.a. memberi bahkan melebihkan.
Setelah mendapatkan ratusan dirham ia bergegas pergi ke pasar untuk membeli mas kawin, dan beberapa pakaian untuk hadiah kepada istrinya yang belum sempat ditemuinya. Tetapi mendadak terdengar seruan, “Wahai kuda-kuda Allah, bergeraklah… bergeraklah…!!!” sebuah tanda seruan untuk berjihad. Kemudian ia menatap ke arah langit dan berkata, “Ya Allah, kecantikan istriku mungkin takkan sebanding dengan kecantikan surga-Mu, maka aku akan memenuhi panggilan jihad-Mu.”
Selanjutnya, barang-barang yang telah dibeli Sa’ad tadi dikembalikan lagi kepada penjualnya dan ia memutar arah membeli baju besi, pedang dan kuda untuk berperang. Ketika tiba dalam barisan, Rasulullah saw mulai memanggil satu persatu setiap barisannya. Nampak Sa’ad yang menghindar dari pandangan Rasulullah saw. Ketika Rasulullah bergerak ke arah kiri, ia menyelinap ke arah kanan. Dan begitu sebaliknya. Mungkin Sa’ad khawatir jika Rasulullah mengetahui keikut-sertaannya maka Rasulullah akan menyuruhnya pulang untuk menemui istrinya terlebih dahulu.
Melihat perbuatan Sa’ad itu Rasulullah hanya tersenyum. Saat Sa’ad menyingsingkan lengannya, rupanya Beliau saw. tahu bahwa itu adalah Sa’ad, seorang pemuda yang baru saja menikah tetapi belum bertemu dengan istrinya. Tetapi Rasul membiarkannya. Sementara orang-orang saling bertanya tentang penunggang kuda baru ini. ‘Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, “Mungkin ia datang dari Negeri Syam untuk mempelajari agamamu dan melindungimu.”
Tatkala peperangan terjadi, Sa’ad maju dengan bersemangat, ia bergerak dengan lincah, menghantam ke kiri dan ke kanan, hingga kudanya kelelahan. Ia pun turun dari kudanya dan terus bergerak maju dan maju. Hingga akhirnya peperangan usai.
Ketika pasukan kembali dari medan jihad, Rasulullah saw bertanya, “Di mana kekasihku Sa’ad?”. Para sahabat hanya saling pandang seraya bertanya-tanya siapakah Sa'ad yang dimaksud Rasul? Rasulullah mengulang kembali pertanyaannya “Di mana kekasihku Sa'ad?” seraya berkaca-kaca. Tiga kali pertanyaan itu diungkapkan Rasul, namun tak ada seorang pun yang tahu tentang kabar dan keberadaan Sa'ad.
Pasukan pun kembali ke medan jihad mencari sosok Sa’ad As Sulami. Rupanya Sa’ad telah syahid. Jasadnya berada di tengah-tengah tujuh mayat orang kafir. Kemudian Rasul berjalan menuju jasad Sa’ad As-Sulami, diletakkan kepalanya dipangkuannya dan dibersihkannya dari debu dengan kain. Lantas Rasulullah saw menangis, kemudian tersenyum, dan kemudian memalingkan wajahnya yang telah memerah.
Maka ditanyakanlah, “Ya Rasulullah, tadi kami melihat engkau begini, begini, dan begini (menangis, tersenyum, lalu memalingkan wajah)?”.
Beliau menjawab, “Aku menangis karena aku akan merindukan seorang Sa’ad As-Sulami . Kemudian aku tersenyum karena ia sudah menggenapkan separuh agamanya (nikah), hingga aku melihat ia telah berada di tepian telaga jernih yang tepiannya terbuat dari intan dan permata (surga). Lalu aku memalingkan wajah karena melihat bidadari berkumpul dan berlarian menghampiri Sa’ad, sedang gaunnya tersingkap hingga aku melihat betisnya. Aku malu melihatnya, karena bidadari itu hanya Sa’ad yang berhak.”
Sang Pengantin Surga pun telah syahid. Kemudian Rasulullah saw mengumpulkan semua barang dan kendaraan milik Sa’ad untuk diserahkan kepada putri Amr bin Wahb, seraya berkata, “kataknlah pada Amr bin Wahb, Sesungguhnya Allah telah menikahkan Sa’ad As-Sulami dengan wanita yang lebih baik dari putrimu (bidadari surga).”